Jumat, 14 September 2007

BE A TOUGH LEADER

Munculnya Seorang Pemimpin

Bagaimana seseorang bisa menjadi pemimpin? Berikut ini adalah beberapa teori tentang munculnya seorang pemimpin:

(a) Teori Genesis (Trait Theory) – Leaders are born, not made. Seseorang bisa menjadi pemimpin karena kelahirannya. Sejak ia lahir, bahkan sejak ia di dalam kandungan, ia telah ditakdirkan untuk menjadi pemimpin. Berbagai pengalaman dalam hidupnya akan semakin melengkapinya untuk menjadi pemimpin di kemudian hari. Teori ini ada benarnya, terutama dalam tokoh-tokoh Alkitab. Yeremia, misalnya, adalah seorang pemimpin (sebagai nabi) yang sejak dalam kandungan telah dipanggil, ditetapkan, dan dikuduskan oleh Allah sendiri (Yeremia 1:4-5).
(b) Teori Transformasi (Transformational Theory) – Leaders are made, not born. Seseorang bisa menjadi pemimpin karena pembentukan. Jika ia memiliki keinginan yang kuat, sekalipun ia tidak dilahirkan sebagai pemimpin, ia bisa menjadi seorang pemimpin yang efektif. Pemimpin yang baik mengembangkan dirinya melalui proses tiada henti baik dalam belajar mandiri, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Teori ini juga ada benarnya. Perhatikan bagaimana Simon Petrus, seorang nelayan sederhana, dibentuk oleh Tuhan Yesus sedemikian rupa sehingga dapat menjadi seorang rasul yang pengaruhnya luar biasa. Yesus menyatakan kepada Simon Petrus dan murid-murid-Nya yang lain, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” (Matius 4:19).
(c) Teori Keturunan – Leaders are the successors of his father. Seseorang bisa menjadi pemimpin karena mewarisi posisi atau jabatan kepemimpinan dari orang tuanya. Teori ini hanya berlaku dalam zaman dinasti kekaisaran atau kerajaan. Contohnya adalah daftar raja-raja Kerajaan Yehuda seluruhnya merupakan keturunan dari Raja Daud. Kadang-kadang yang bersangkutan tidak memenuhi syarat untuk bisa menjadi pemimpin, tetapi karena ketentuan dinasti itulah, maka ia tetap bisa menjadi pemimpin. Tidak heran jika kemudian timbul berbagai masalah akibat ketidakmampuan tersebut.
(d) Teori Kesempatan – Leaders are the people who taking a chance. Sese-orang bisa menjadi pemimpin hanya apabila kepadanya diberi kesempatan atau peluang untuk menjadi pemimpin. Bakat-bakat kepemimpinan yang dimilikinya baru akan benar-benar muncul jika kepadanya diberi kesempatan untuk memimpin. Teori ini juga dapat dibenarkan dalam kerangka pemuridan dan pendelegasian. Ketika seorang pemimpin yang senior memberi kesem-patan kepada yang yunior, di situlah “anak-anak rajawali” itu belajar terbang. Dengan dukungan yang baik dari para seniornya, maka lambat-laun ia bisa mengembangkan dirinya.
(e) Teori Darurat (Great Events Theory) – Leaders are people who taking control in an emergent situation. Seseorang bisa menjadi pemimpin ketika ia mampu secara spontan mengendalikan situasi darurat yang sedang terjadi. Teori ini juga dapat dibenarkan, dan sang pemimpin bisa terus menjalankan tugasnya hingga situasi kembali normal. Dalam situasi normal bisa saja ia kembali dipilih untuk memimpin atau digantikan orang lain.

Semua teori di atas dapat digunakan dalam pemunculan seorang pemimpin, tergantung pada situasi dan kondisi yang ada. Seseorang yang memang “ditakdirkan” sebagai pemimpin pun, jika tidak bersedia mengembangkan diri dalam berbagai proses yang melengkapi dirinya, tidak akan bisa memimpin dengan baik. Musa adalah contoh yang baik. Ia harus menjalani proses “padang belantara” selama 40 tahun sebelum kemudian muncul sebagai pemimpin.





Empat Unsur Penting

Dalam kehidupan setiap orang, ada siklus yang pasti dia jalani sebagaimana digambarkan dalam denah berikut ini.



Dream Desire Difficulties Death Deliverer Destiny



PROMISE p r o b l e m s PROVISIONS


PREPARATION

transition



Untuk dapat berhasil melewati siklus itu, termasuk dalam kepemimpinan, kita harus memiliki 4 (empat) unsur penting, yaitu empat unsur kecerdasan: SQ, IQ, EQ, dan AQ.

2.1. Spiritual Quotient – SQ

Spiritual Quotient (kecerdasan rohani) adalah ukuran yang dikenakan kepada seseorang dalam relasinya dengan Tuhan. Kecerdasan rohani ini dapat ditingkatkan terus melalui beberapa kegiatan berikut:

(a) Kehidupan doa yang dinamis, yaitu ada komunikasi dua arah. Dalam doa itu ada Adoration (pujian dan pengagungan), Confession (peng-akuan dosa dan pengampunan), Thanksgiving (pengucapan syukur), dan Supplication (permohonan).
(b) Ketekunan dalam membaca dan menaati Firman Tuhan.
(c) Keterlibatan dan kesetiaan dalam pelayanan terhadap Tuhan dan sesama oleh kasih.

Spiritual Quotient ini sangat dibutuhkan dalam kepemimpinan. Dengan memahami siapa TUHAN dan siapa diri kita, maka kita akan memiliki sikap yang benar. Kita memiliki sikap takut akan TUHAN dan berharap hanya kepada-Nya, karena Dia adalah sumber segala berkat dan pertolongan kita (Amsal 10:22). Bersandar kepada Tuhan mendatangkan berkat, bersandar kepada manusia mendatangkan laknat (Yer. 17:5-8).

2.2. Intellectual Quotient – IQ

Di samping relasi dengan Tuhan, maka potensi intelek yang Tuhan berikan kepada kita juga harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dan seoptimal mungkin (2 Kor. 6:1). Kecerdasan intelek ini dapat ditingkatkan terus melalui beberapa kegiatan berikut:

(a) Memiliki rasa ingin tahu yang besar atas segala sesuatu yang positif, agar dapat menjalankan Amanat Budaya dan Amanat Natural yang diberikan Tuhan kepada kita (Kej. 1:26).
(b) Memiliki ketekunan dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi.
(c) Menganalisasi berbagai situasi dan kondisi dari berbagai segi: Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang atau kesempatan), dan Threat (tantangan)
(d) Mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

2.3. Emotional Quotient – EQ

Di samping relasi dengan Tuhan dan kemampuan intelektual, dalam kepemimpinan juga dibutuhkan kecerdasan emosi yang tinggi. Kecerdasan emosi banyak berkaitan dengan karakter dan relasi dengan sesama rekan sekerja. Ada 5 (lima) hal yang menjadi fokus peningkatan EQ seseorang, yaitu

(a) kesadaran diri (self-awareness) – yaitu sejauh mana seseorang mampu mengenali emosi-emosi yang ada dalam dirinya sendiri
(b) empati (empathy) – yaitu sejauh mana seseorang mampu mengenali emosi orang lain
(c) pengaturan diri (self-regulation) – yaitu sejauh mana seseorang mampu mengendalikan emosi-emosi yang dimilikinya.
(d) ketrampilan bersosialisasi (social skills) – yaitu sejauh mana sese-orang mampu berinteraksi dengan orang lain
(e) motivasi (motivation) – yaitu sejauh mana seseorang dapat memoti-vasi dirinya sendiri dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan.

Kecerdasan emosi ini dapat ditingkatkan terus melalui beberapa kegiatan berikut (Filipi 2:1-5) :

(a) Meningkatkan hidup yang menghasilkan buah Roh (Gal. 5:22-23).
(b) Memahami dan belajar menerima kepribadian dan temperamen orang lain yang bekerja sama dengan kita.
(c) Memiliki kepedulian akan kebutuhan dan kepentingan orang lain.

2.4. Adversity Quotient – AQ

Ini adalah kecerdasan yang keempat, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan sikap seorang pemimpin saat menghadapi tantangan, baik tantangan internal maupun eksternal). Ada 3 (tiga) jenis orang berkaitan dengan sikapnya terhadap tantangan:

(1) Quitters – yaitu orang yang menghindari kewajiban, mundur, dan ber-henti; mereka mengabaikan, menutupi, atau meninggalkan peluang yang ditawarkan oleh kehidupan ini. Orang semacam ini tidak mempunyai visi dan keyakinan akan masa depan.
(2) Campers – yaitu orang yang sekurang-kurangnya telah menanggapi tantangan, namun kemudian mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat (2 Kor. 6:1)
(3) Climbers – yaitu orang yang seumur hidupnya terus mendaki.

Seseorang yang mempunyai AQ tinggi (yaitu respons yang positif terhadap tantangan dan kesulitan) akan menghasilkan hal-hal berikut:

(a) berdaya saing tinggi
(b) tingkat produktivitas yang tinggi
(c) kreatifitas yang tinggi
(d) motivasi yang tinggi
(e) bersedia mengambil resiko
(f) terus mengadakan perbaikan
(g) memiliki ketekunan yang luar biasa
(h) memiliki semangat belajar yang tinggi
(i) bersedia merangkul perubahan

----- 00000 -----

pdt. drs. petrus f. setiadarma, mdiv.

pfs60@hotmail.com

Tidak ada komentar: