Rabu, 12 September 2007

DI MANAKAH ALLAH
KALA PERISTIWA BURUK TERJADI?


1. Pendahuluan

Tak ada seorang manusia pun yang menghendaki sesuatu yang buruk atau penderitaan menimpa hidupnya. Namun dalam kenyataannya tidak ada seorang manusia pun yang tidak pernah mengalami peristiwa buruk. Berarti yang penting di sini bukanlah bagaimana menghindari penderitaan, melainkan bagaimana menghadapi dan mengatasinya.
Menjadi seorang Kristen pun bukan berarti terbebas dari segala penderitaan, melainkan menang atas segala penderitaan. Mengapa ada orang Kristen yang salah dalam menanggapi penderitaan yang dialaminya? Pertama, karena selama ini ia memperoleh pengajaran yang tidak seimbang. Mengikut Yesus hanya dilihat dari salah satu sisi saja: berkat dan kesenangan. Padahal masih ada sisi lainnya: yaitu menderita bersama Kristus. Kedua, karena sebagai manusia ia masih cenderung mengikuti keinginan daging yang menghendaki kenyamanan. Itulah sebabnya, ketika penderitaan datang, muncul respons yang sangat negatif: mencari kesalahan diri sendiri, kesalahan orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan.

2. Respons Manusiawi terhadap Penderitaan

Ketika penderitaan datang, manusia memberikan respons yang beragam. Ketika seseorang menderita, dan dikunjungi oleh sahabatnya, maka mereka memberikan pelbagai tanggapan yang dapat dianalisa sebagai berikut:

(a) Mereka mengatakan bahwa penderitaan itu datang pasti karena yang bersangkutan berbuat dosa;
(b) Mereka mencoba menghalau penderitaan temannya itu dengan keramah-tamahan;
(c) Mereka mendorong agar yang bersangkutan membangkitkan imannya untuk melawan penderitaan yang disebabkan oleh Iblis.
(d) Mereka mendorongnya untuk berterimakasih dan mengasihi Allah karena Allahlah yang menyebabkan penderitaannya itu.
(e) Mereka menyatakan bahwa ia telah dipilih Allah untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus.

3. Makna Penderitaan

Dalam Perjanjian Lama dijelaskan tentang jenis dan makna penderitaan yang dialami oleh umat manusia. Dalam bukunya, A Biblical Approach to Personal Suffering, Walter C. Kaiser, Jr. , menyatakan ada 8 (delapan) bentuk penderitaan:

(a) retributive suffering – penderitaan yang dialami karena dampak keadilan Allah, dan ini merupakan konsekwensi dari pilihan manusia itu sendiri (Ul. 30:19).
(b) educational atau disciplinary suffering – penderitaan yang dialami sebagai bukti kasih Allah yang mendidik anak-anak-nya (Ams. 3:11; bdk. Ibr. 12:7).
(c) vicarious suffering – penderitaan yang dialami karena menggantikan orang lain (Yes. 53:5).
(d) empthatetic suffering – penderitaan yang dialami karena rasa simpati melihat penderitaan orang lain, dan kemudian ia bertindak untuk membebaskannya (Yeh. 18:31-32).
(e) doxological suffering – penderitaan yang dialami menjelang kemuliaan yang Allah telah sediakan (Kej. 45:4,5,7; 50:20).
(f) evidential atau testimonial suffering – penderitaan yang dialami untuk membuktikan beberapa prinsip atau sifat Allah, misalnya: Ayub (Ayub 1-2).
(g) relevational suffering – penderitaan yang dialami untuk menambah kedalaman pengenalan manusia akan Allah, misalnya yang dialami oleh Hosea dan Yeremia.
(h) eschatological atau apocalyptic suffering – penderitaan yang dialami umat Tuhan menjelang akhir zaman (Zakh. 13:9).

Perjanjian Baru juga memberitahukan kepada kita tentang makna penderitaan dalam kehidupan kita sebagai murid Kristus:

(a) penderitaan merupakan salah satu aspek panggilan Allah bagi kita – Flp. 1:29
(b) penderitaan merupakan awal kemuliaan – Roma 8:18
(c) penderitaan merupakan wujud ketekunan dan kesetiaan – 2 Tim. 2:3-6; 3:10-12;
(d) penderitaan merupakan wujud meneladani Yesus Kristus – 1 Pet. 2:21
(e) penderitaan merupakan konsekwensi pelayanan – 1 Pet. 5:10

Sementara itu Martin Luther, tokoh Reformator Gereja, dalam tulisannya Treatise on Good Works, menyatakan bahwa penderitaan bisa menyebabkan:

(a) pemurnian iman kita – 1 Pet. 1:5-7
(b) pendewasaan kerohanian kita – Yak. 1:2-4
(c) pemberian kesempatan kepada Allah untuk menyatakan karya-Nya (Yoh. 9: 1-3)
(d) pembentukan kita ke arah gambar dan rupa Kristus – Roma 8:28-29
(e) pembentukan ketekunan dan karakter – Roma 5:3-5

4. Penderitaan Yesus Kristus

Yesus Kristus dikenal sebagai the Man of Sorrow, Manusia yang Penuh Penderitaan. Dengan mengalami hal yang sama yang dialami oleh manusia, maka Ia dapat menolong mereka yang menderita. Hanya saja Ia tidak berbuat dosa (Ibr. 2:18).

Perhatikan beberapa bentuk penderitaan yang dialami-Nya.

(a) kelahiran-Nya di kandang yang hina
(b) penolakan atas diri-Nya, ketika Ia akan memasuki kota-kota tertentu
(c) kesepian, ketika Ia harus seorang diri di Taman Getsemani
(d) pengkhianatan, ketika Yudas Iskariot menyerahkan-Nya
(e) penyiksaan fisik, ketika para tentara Roma menyiksa-Nya

5. Di manakah Allah?

Ketika seseorag mengalami penderitaan, ketahuilah bahwa:

(a) Allah telah ada di sana sejak mulanya, merancang suatu sistem penderitaan yang menyandang meterai hikmat-Nya dan melengkapi kita untuk kehidupan di bumi ini.
(b) Allah telah menuntun kita untuk memantulkan citra-Nya.
(c) Allah telah menggunakan penderitaan untuk mengajar kita, dan mendorong kita untuk melalui itu semua berpaling kepada-Nya. Ia telah siap menolong kita untuk menaklukkannya.
(d) Allah tetap memegang kendali seluruh alam ciptaan ini.
(e) Allah mempersilakan kita untuk berseru kepada-Nya dalam penderitaan itu.
(f) Allah telah mempersatukan diri-Nya dengan penderitaan itu.
(g) Allah telah berjanji untuk memberikan kekuatan supranatural agar kita mampu menanggungnya.
(h) Allah sendiri telah menanggung segala penderitaan itu.
(i) Allah ada di sini beserta kita sekarang, melayani kita oleh Roh Kudus-Nya, dan melalui anggota Tubuh-Nya yang ditugaskan untuk menopang kita.
(j) Allah sedang menunggu saat penggabungan dan kesudahan segala penderitaan itu.


----- 00000 -----






































pdt. drs. petrus f. setiadarma, mdiv.
pfs60@hotmail.com

Tidak ada komentar: