Selasa, 29 April 2008

KUALIFIKASI KEPEMIMPINAN



Di setiap instansi/lembaga atau organisasi, selalu ditetapkan kualifikasi pemimpin yang dikehendaki oleh lembaga atau organisasi tersebut.


1. Kepemimpinan Militer

Angkatan Darat AS misalnya, menetapkan kualifikasi pemimpin militer sebagai berikut: yakin, berani, berintegritas, pengambil keputusan, adil, tabah, taktis, berinisiatif, tenang, dewasa, berkembang, berkemauan keras, assertiveness, candor, punya rasa humor tinggi, berkompeten, berkomitmen, kreatif, disiplin tinggi, rendah hati, fleksibel, berbelas kasihan atau berempati.


2. Kepemimpinan Jawa

Dalam budaya Jawa dikenal beberapa istilah penting berkaitan dengan kualifikasi kepemimpinan.

(a) Ngandel (percaya pada diri sendiri)

(b) Kendel (berani dan tabah)

(c) Bandel (berdaya tahan besar, ulet dan tahan uji)

(d) Kandel (dapat mengatasi segala kesulitan, dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tidak terkalahkan)

Seorang pemimpin juga haruslah seorang yang tetep (konsisten), mantep (konsekuen), dan antep (berbobot, bermutu, dan digdaya).

Ki Hadjar Dewantara menggunakan istilah singkat "neng, ning, nung, nang" yang berarti meneng (tentram dan damai), bening (jernih dan murni), hanung (memiliki kemampuan), dan menang (mampu berdiri tetap).

Sedangkan dari dunia pewayangan dikenal adanya istilah Hasta Brata (Delapan Sifat Pemimpin), yaitu seperti:

(a) tanah (pemurah dan penuh belas kasihan),

(b) air (sederhana dan mau turun ke bawah),

(c) angin (mampu merembes ke mana‑mana),

(d) laut (lapang dada, mau menerima pendapat orang lain),

(e) bulan (menambah ilmu pengetahuan sehingga mampu memberikan penerangan),

(f) matahari (memberi dorongan kekuatan dan pertolongan),

(g) bintang (menjadi penuntun dan panutan)

(h) api (memegang prinsip keadilan)


3. Kepemimpinan Indonesiawi

Selanjutnya dari nilai‑nilai kebudayaan yang mendalam itu dikembangkan pula kualifikasi kepemimpinan yang khas Indonesia, yang dikenal dengan "Sebelas Asas Kepemimpinan Pancasila".

(a) Taqwa ‑ beriman kepada Tuhan yang Maha Esa dan taat kepada‑Nya

(b) Hing Ngarso Sung Tulodo ‑ mampu menjadi teladan

(c) Hing Madyo Mangun Karso ‑ membangun semangat dan ketabahan

(d) Tut Wuri Handayani ‑ mempengaruhi dan memberikan dorongan dari belakang

(e) Waspodo Purbowaseso ‑ selalu waspada mengawasi serta sanggup dan berani memberi koreksi

(f) Ambeg Paramarta ‑ dapat menetapkan skala prioritas

(g) Prasojo - sederhana

(h) Satya ‑ mempunyai sikap loyal

(i) Gemi Nastiti ‑ hemat ‑ "sak butuhe, sak perlune, sak cukupe, sak mestine, sak benere, sak kepenake"

(j) Beloko ‑ terus terang

(k) Legawa ‑ siap untuk proses regenerasi

4. Kualifikasi Kepemimpinan Rohani

Dennis McCallum mengungkapkan dalam situs internetnya tentang apa yang disebut dengan "Pemimpin Rohani" sebagai berikut:

4.1. Seorang Visioner

Banyak pemimpin terbaik memimpin dengan visi. Mereka memperoleh gagasan dan membagikannya kepada yang lain, dengan penuh harapan sambil berinteraksi dengan Allah. Kadang kala gagasan itu merupakan gambaran mental dari suatu masa depan yang mungkin yang didasarkan pada prinsip‑prinsip Alkitab dan digabung dengan imajinasinya. Gagasan inilah yang menggairahkan mereka dan mengisinya dengan hasrat yang membara.

Mereka ingin orang lain melihat apa yang mereka lihat dan menyatakan betapa pentingnya gagasan itu. Seorang pemimpin tidak selalu mengembangkan suatu visi yang baru dan unik, tetapi bisa mengambil dari visi orang lain. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemimpin yang terbaik tidak selalu merupakan orang yang paling kreatif dalam kelompoknya, meskipun memang kenyataannya kreatif mereka berada di atas rata‑rata.

Apakah visi seorang pemimpin itu asli atau dari orang lain tidaklah begitu penting. Pemimpin yang baik menggunakan banyak cara untuk mengkomunikasikan visi mereka, menggandeng gambaran masa depan dengan realitas masa lalu, dengan menunjukkan bahwa gagasan itu lebih baik dari pada tidak bertindak apa‑apa (status quo). Mereka dapat menjelaskan apa yang terutama dalam visi itu sehingga mereka rela menderita karenanya.

4.2. Seorang Pembelajar

Dalam konteks Kristiani, para pemimpin adalah mereka yang menyisihkan waktu untuk merenungkan pelbagai hal tentang kepemimpinan mereka. Banyak pemimpin besar dalam sejarah Kristiani adalah pembelajar (misalnya Martin Luther, John Calvin, John Wesley, Jonathan Edwards, dll.) Secara umum orang tertarik kepada mereka yang tahu tentang apa yang mereka katakan karena kedalaman pemahaman mereka. Demikian pula, suatu perkara yang telah dipertimbangkan dengan baik ‑ bukan hanya dari sudut pandang apa yang akan memberikan hasil pragmatis, melainkan juga dari sudut pandang implikasi teologis dan keseimbangan menyeluruh teologis dan alkitabiah ‑ biasanya (walaupun tidak selalu) lebih persuasif. Orang Kristen mencari, bukan pemimpin yang dapat menangani urusan mereka sendiri, melainkan mereka yang tahu dan dapat menangani urusan Allah.

Para pemimpin memperoleh kekuatan dan stabilitas dari dalam dari kenyataan bahwa mereka telah merefleksikan pelbagai pengalaman yang panjang dan keras dalam kehidupan pribadi, bergereja, pemahaman Alkitabnya, dan diyakinkan tentang apa yang Allah inginkan.

4.3. Seorang Pemberi Pengaruh

Seseorang disebut pemimpin jika ia mempengaruhi orang lain, baik ke arah yang baik maupun buruk. Kita memimpin orang lain ketika kita menyebabkan mereka mengubah sikap atau perilaku mereka, baik karena mereka melihat keteladanan kita dan mengakuinya, atau karena kita membujuk dengan kata‑kata untuk berubah.

Refleksi yang cermat di hadapan Allah tentang apa yang perlu diubah dari orang‑orang itu, membawa kepada suatu kemampuan besar untuk bisa membujuk. Penerapan dalam persuasi/bujukan dan pembelajaran untuk menunjukkan kepada orang lain tentang apa yang harus mereka raih melalui perubahan merupakan ketrampilan dasar kepemimpinan.


4.4. Seorang Pembangkit Semangat

Biasanya para pemimpin tidak menyarankan sesuatu yang baru atau berbeda dari apa yang telah dilakukan orang lain, tetapi mereka memberikan suatu rasa urgensi, kegairahan, atau semangat terhadap aktifitas itu. Semangat dan kegairahan pemimpin itu sendiri menjadi menular. Orang‑orang dibuat menjadi orang‑orang yang penuh semangat dan penuh gairah ketika mereka sendiri mencari semangat dan kegairahan dalam hidup mereka. Jika kita belajar untuk memperoleh semangat dan kegairahan dalam pikiran kita, kepemimpinan dipastikan menyatakan hal itu dan hasilnya orang-orang juga terpengaruh.

4.5. Seorang Pembangun Tim

Banyak pemimpin efektif dalam membawa orang lain bersama di suatu tim. Biasanya ini merupakan perbedaan antara para pemimpin dengan mereka yang juga mempunyai gagasan yang baik, tetapi tak pernah mempunyai dampak terhadap Tubuh Kristus.

Membawa banyak orang bersama dan menolong mereka mengatasi hambatan pemahaman, ketidaksenangan pribadi, iri hati, dan praduga merupakan pekerjaan utama seorang pemimpin.

Pemimpin yang baik biasanya berkaitan dengan manajemen konflik dengan hasil penuh damai. Mereka yang mencoba menangani konflik antara orang lain tetapi berhenti mengipasi nyala api konflik atau secara konsisten menyangkal kelompok yang satu atau yang lain dalam konflik, biasanya tidak dapat bertahan lama sebagai pemimpin. Cara lain untuk melihat pembangunan tim adalah bahwa pemimpin adalah seorang pembentuk konsensus atau kesepakatan. Ia mampu menarik lebih dari satu orang untuk setuju tentang nilai‑nilai atau arah gerakan tertentu.

4.6. Seorang Yang Rela Menderita

Seorang yang memimpin selalu menderita, sama seperti yang lain, dan kadang lebih dari orang lain. Perbedaannya adalah bahwa para pemimpin dapat menderita dengan anugerah dan bahkan dengan penuh ucapan syukur. Mereka tetap berfokus dan berfungsi selama masa penderitaan dan tidak kehilangan keyakinan dalam prinsip sebanyak yang orang lain bisa lakukan.

Para pemimpin tahu bagaimana menghindari hanya berfokus pada penderitaan mereka sendiri sekalipun dalam masa yang sulit. Mereka tetap dapat berkonsentrasi secara rohani sepanjang masa itu. Orang mengakui heroisme dari mereka yang mau menderita tanpa kehilangan keyakinan mereka kepada Allah atau komitmen mereka kepada yang lain. Mereka akan tercengang sejenak bagaimana memperoleh kemampuan semacam itu bagi diri mereka sendiri dan menjadi berniat mengikuti sang pemimpin. Para pemimpin yang kehilangan kesabaran terlalu sering atau terlalu lengkap ketika penderitaan berlangsung biasanya mempengaruhi orang yang mereka pimpin.


4.7. Seorang Pejuang

Para pemimpin harus memerangi kecenderungan negatif atau keyakinan yang keliru yang berkembang di dalam kelompoknya. Pemimpin yang baik dengan cermat merenungkan di hadapan Allah tentang faktor apa saja yang mendorong kecenderungan atau pandangan negatif di kalangan para sahabatnya tersebut; dan mengurangi sikap‑sikap kontra‑produktif. Para pemimpin tahu bahwa Setan melancarkan serangan atas kehidupan kelompok Kristiani yang menghasilkan buah. Dari sini dapat disimpulkan beberapa hal penting :

(a) Para individu dalam kelompok bukan sumber pikiran dan tindakan yang keliru sebab "kita bukan berperang melawan darah dan daging" (Efs. 6:12). Oleh sebab itu para ahli propaganda yang keliru sekalipun, dapat dan sering ditolong dan diselamatkan dari kebodohan mereka sendiri. Carilah pemimpin yang baik yang bisa bekerja sama dengan mereka yang dulunya hidup dalam dosa di masa lalu dan yang sebelumnya menentang mereka. Tentu saja pemimpin terbaik pun akan kehilangan mereka yang tetap hidup di dalam dosa, dan pemimpin yang baik akan rela mengalami kehilangan semacam itu dari pada bersikap lunak atas standar Allah.

(b) Dengan mengantisipasi serangan rohani, membawa kita pada kewaspadaan dan kehati‑hatian (1 Pet. 5:8). Para pemimpin tidak selalu merupakan orang pertama yang mengenali adanya masalah, tetapi mereka memperhatikan masalah itu.

(c) Para pemimpin tahu bahwa mereka harus bertempur dalam doa dan membawa rekan lainnya untuk dekat dengan Tuhan (Roma 15:30).

4.8. Seorang Penolong dan Pemberi ‑ Neh. 5:l8b

Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin rohani adalah seorang pelayan (Mark. 10:43,44). Orang akan tertarik kepada mereka yang melayani mereka dan menolong mereka di masa lalu, dan akan selalu mengikuti nasihatnya. Pemimpin tidak akan pernah merasa mereka mampu memenuhi seluruh kebutuhan dalam gereja, tetapi dengan teratur rela melayani dan memberikan yang terbaik. Orang akan menghindari mereka yang hanya berada di awan‑awan dan menganggap diri terlalu penting untuk pekerjaan biasa. Pemimpin yang semacam itu mengabaikan pengaruh.

4.9. Seorang Yang Berintegritas ‑ Yoh. 6:66, 69

Secara teratur ada pemimpin yang dipacu oleh lingkungan, oleh Setan, dan oleh bawahannya sendiri. Semua pemimpin yang baik menyatakan bahwa mereka dapat mengatasi itu semua tanpa kehilangan tujuan. Orang tertarik kepada karakter yang kuat, dan cenderung percaya kepada apa yang dikuatkan orang yang kuat. Meskipun mereka bersimpati dengan mereka yang lemah, tetapi tidak akan pernah mengikutinya. Ini bukan berarti para pemimpin harus menghindari penderitaan, tetapi justru di tengah penderitaan tetap memiliki integritas. Bahkan sekali pun tak ada seorang pun yang mau mengikutinya, ia tetap mengarah pada tujuan yang benar dan hidup bagi Allah.

Pemimpin yang baik tidak takut ditolak oleh pengikutnya karena ia menekankan kepada apa yang benar, bukan kepada ada tidaknya pengikut. Yesus mengajarkan bahwa Gembala Yang Baik "berjalan di depan mereka" yang berarti bahwa sang gembala, menetapkan sesuatu dulu baru diikuti oleh domba‑dombanya. Ketika orang tahu bahwa sang pemimpin lebih mencari pengikut dari pada melakukan apa yang Allah inginkan, mereka menjadi sinis. Bahkan mereka akan menguji pemimpin mereka dengan tidak mengikuti mereka. Hanya jika mereka melihat bahwa sang pemimpin tidak bisa dimanipulasi, barulah mereka memilih untuk mengikutinya.

4.10. Seorang yang Stabil

Pemimpin yang baik pada umumnya stabil selama bertahun‑tahun. Pemimpin yang buruk secara periodik berpaling secara radikal ke arah yang ber­beda, sementara pemimpin yang baik berpijak teguh pada nilai dan keyakinan utamanya. Inovasi mengambil bentuk penemuan cara‑cara baru dan berbeda untuk mencapai tujuan lama yang tak berubah selama puluhan tahun dalam kehidupan pemimpin. Bentuk umum ketidakstabilan lainnya adalah penghen­tian dari pekerjaan. Pemimpin yang tak stabil meninggalkan pekerjaan karena pelbagai alasan, sedangkan pemimpin yang baik tetap setia dari waktu ke waktu. Banyak yang pada awalnya menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang alami tetapi berakhir menjadi pemimpin yang buruk karena beberapa kesalahan dalam hidupnya, sementara yang lain yang pada mulanya nampak biasa tetapi berakhir dengan menjadi pemimpin yang dihormati dan efektif karena fokus mereka pada prinsip rohani yang paling mendasar.

Pada saat krisis, orang cenderung jatuh dan panik, dan kadang menghasilkan penyelesaian radikal yang bersifat menghancurkan. Pemimpin yang baik adalah mereka yang tetap tegak di masa krisis dan kokoh, pada dasar kebenaran. Orang tertarik pada kestabilan dan reliabilitas, yang dengan benar dapat menyatakan bahwa reliabilitas semacam itu merupakan hasil visi yang jelas akan jalan Tuhan.

4.11. Seorang Yang Mampu Bertenggang‑rasa

Ironisnya, pemimpin yang baik juga adalah seorang yang bisa bertenggang‑rasa. Kemantapan dan kegigihan itu penting, tetapi perfeksionisme itu bertentangan dengan kepemimpinan yang efektif. Kita hidup dalam dunia yang berdosa dimana visi kita tidak pernah benar‑benar terpenuhi, Orang tak pernah berhenti melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, dan kehidupan selalu memberikan kepada kita hal‑hal yang tak diharapkan. Hasilnya, para pemimpin menyadari bahwa mereka harus sedapat mungkin mencapai yang terbaik, tetapi tidak mengharapkan kesempurnaan atau kesepakatan yang tuntas.

Pemimpin yang bijaksana sadar bahwa semakin mereka dekat dengan tujuan, makin baik, dan adanya sedikit gerakan lebih baik dari pada tidak ada gerakan sama sekali. Mereka juga menyadari bahwa seorang pengikut bisa, sangat sedikit atau punya pandangan yang berbeda, bahkan pada hal‑hal yang amat penting. Para pemimpin juga menyadari bahwa mereka harus memprioritaskan tujuan dan merasa baik ketika tujuan utama tetap dipegang sementara tujuan yang kurang utama tidak. Para pemimpin yang gagal meletakkan prioritas, atau mereka yang perfeksionis, menghadapi bahaya menghancurkan diri mereka sendiri dan orang yang ada di sekitarnya. Mereka buruk dalam membangun tim, dan tidak dapat bernegosiasi secara efektif. Pada akhirnya, mereka selalu akan kehilangan pengikut.

4.12. Seorang yang Membangun Semangat

Memang bisa memimpin tanpa membangun semangat, tetapi pemimpin yang baik menggunakan sarana rohani yang penting ini. Alkitab mengajarkan agar kita saling membangun, dan pemimpin harus menunjukkan hal ini (1 Tes. 5:11). Para pemimpin adalah mereka yang dapat membangun semangat dan memulihkan kepercayaan dan antusiasme kelompok orang yang patah hati dan depresi. Pemimpin yang baik secara tetap mengingatkan orang akan nilai mereka, akan kasih Allah, akan janji Firman Tuhan, dan bahwa kegagalan bukan berarti kiamat. Karena para pengikut sering kali gagal, peran pembangun semangat, yang secara eksklusif tidak dimiliki pemimpin, sangat penting bagi kemampuan pemimpin untuk menjaga moral. Penguatan yang datang dari seorang pemimpin memberikan dampak yang lebih dibandingkan yang datang dari orang lain.

petrus f. setiadarma


Senin, 07 April 2008

MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN

1. Model-model Kepemimpinan

Dengan mengenal model-model kepemimpinan, akan makin mudah dimengerti apa yang membuat para pemimpin bertindak dengan cara yang mereka lakukan pada situasi tertentu. Dengan mempelajari bagian ini tidak dimaksudkan untuk mengunci diri kita pada jenis model kepemimpinan tertentu, melainkan untuk menyatakan bahwa dalam setiap situasi tertentu perlu diambil suatu pendekatan yang khas. Terdapat begitu banyak model kepemimpinan, beberapa di antaranya dibahas sebagai berikut ini.


1.1. Model Dasar Kepemimpinan

OTOKRATIS

PARTISIPATIF

DEMOKRATIS

LAISSEZ-FAIRE

Pemimpin menga-

takan pada bawah-an apa yang harus

dilakukan

Pemimpin meng-

ijinkan dan meng-harapkan partisi-pasi bawahan

Pemimpin mencari aturan mayoritas dari bawahan

Pemimpin membiar-kan anggota kelom-pok membuat semua keputusan

Pekerja Teori

X McGregor

Pekerja Teori Y McGregor

Pekerja

Ahli-Spesialis

1.2. Model Pendekatan Ciri-ciri Kepemimpinan

Kepemimpinan dengan model pendekatan ciri-ciri ini menyatakan bahwa seorang pemimpin akan berhasil apabila ia memiliki ciri-ciri tertentu yang dipandang "memenuhi syarat" kepemimpinan, misalnya: bisa mensupervisi, ada keinginan untuk maju, memiliki IQ yang memadai, memiliki ketegasan, memiliki keyakinan, mampu berinisiatif.

Seorang pemimpin efektif memiliki 24 ciri, yaitu;

1. Memiliki pengetahuan yang luas

2. Mampu bertumbuh dan berkembang

3. Memiliki sifat yang inkuisitif (rasa ingin tahu)

4. Memiliki kemampuan analistis

5. Memiliki daya ingat yang kuat

6. Memiliki kapasitas integratif

7. Memiliki ketrampilan berkomunikasi secara efektif

8. Memiliki ketrampilan mendidik

9. Memiliki rasionalitas yang tinggi

10. Memiliki obyektifitas yang baik

11. Bersifat pragmatis (mau menerima kenyataan yang ada)

12. Memiliki kemampuan menentukan skala prioritas

13. Mampu membedakan yang urgen dan yang penting

14. Tepat waktu

15. Memiliki rasa kohesi yang tinggi (mampu menjaga dan memelihara kekompakan tim kerjanya)

16. Memiliki naluri relevansi yang tinggi

17. Mampu menjadi teladan

18. Bersedia menjadi pendengar yang baik

19. Memiliki adaptabilitas (tanggap terhadap perubahan yang terjadi dan mampu menyesuaikan diri) yang baik

20. Memiliki fleksibilitas (kelenturan) yang baik

21. Tegas

22. Berani

23. Berorientasi ke masa depan

24. Memiliki sikap yang antisipatif (bersifat proaktif)

3.2.1. Studi Universitas Iowa

Studi ini mengamati Sifat Kepemimpinan dari cara seseorang mengambil keputusan. Hasil dari studi ini mengelompokkan kepemimpinan ke dalam 3 (tiga) model: otoriter, demokratis, dan laizzes-faire.

3.2.2. Studi Universitas Ohio

Studi ini mengamati Sifat Kepemimpinan dari cara seseorang mempertimbangkan sesuatu dan berinistiatif melakukan sesuatu. Studi ini mengelompokkan kepemimpinan ke dalam 4 (tiga) model.


STRUKTUR INISIATIF

PERTIMBANGAN

Rendah

Tinggi

Tinggi

Pertimbangan tinggi

Struktur rendah

Pertimbangan tinggi

Struktur tinggi

Rendah

Pertimbangan rendah

Struktur rendah

Pertimbangan rendah

Struktur tinggi

Dari keempat model di atas, mulailah kepemimpinan di kaitkan dengan situasi dimana kepemimpinan itu berlangsung.

SITUASI

GAYA YANG SESUAI

Pekerjaan membutuhkan

interaksi terus-menerus

Pertimbangan Tinggi dan

Struktur Rendah

Pekerjaan sangat terkendala

oleh teknologi dan waktu

Pertimbangan Tinggi dan

Struktur Tinggi

Sedikit kontak dengan atasan

Pertimbangan Rendah dan

Struktur Rendah

Kelompok mengharapkan dan

menginginkan kelakuan otoriter

Pertimbangan Rendah dan

Struktur Tinggi

3.2.3. Pendekatan Empat Kerangka (Four Framework Approach)

Model ini dikemukakan oleh Lee Bolman dan T. Deal, yang menyatakan bahwa para pemimpin menunjukkan perilaku kepemimpinan dalam salah satu dari 4 (empat) kerangka berikut: Struktural, Sumber Daya Manusia (SDM), Politis, dan Simbolis. Efektifitas dari setiap kerangka bergantung dari situasi yang sedang dihadapi. Untuk jelasnya dapat dilihat dalam bagan pada halaman berikut.

Pendekatan Empat Kerangka

Kerangka/

Frame

Situasi Kepemimpinan Efektif

Situasi Kepemimpinan Tidak Efektif

Fokus dan

Karakteristik


Status

Pemimpin

Gaya Kepe-

mimpinan

Status

Pemimpin

Gaya Kepe-

mimpinan

Struktural

Arsitek

Sosial

Analisa dan

Disain

Tiran /

Penguasa

mutlak

Detail / detail

Struktur strategi,

lingkungan,

implementasi,

eksperimentasi,

adaptasi

SDM

Katalisator

/ pelayan

Dukungan,

nasihat,

dan

penguatan

Pendorong

terbalik

Pelepasan

tanggung

jawab dan

kecurangan

Percaya pada

orang, bervisi,

mudah didekati,

menguatkan, me-

nambah, partisi-

pasi, dukungan,

menyampaikan

informasi, peng-

ambilan keputusan

dipindah ke bawah

Politis

Penasihat

Koalisi dan

bangunan

Sangat

Perkasa

Manipulasi

Penjelasan, distri-

busi kekuasaan

dan minat, mem-

bangun jaringan.

Persuasi, negosi-

asi, kekerasan

(bila perlu).

Simbolis

Nabi

Inspirasi

Fanatik

atau bodoh

Asap dan

cermin

Pemain panggung

utama, menemu-

kan dan membagi-

kan visi.

Model ini menyatakan bahwa para pemimpin dapat diletakkan ke dalam salah satu dari keempat kategori dan ada kalanya suatu pendekatan cocok namun di saat yang lain tidak cocok. Harus disadari keempat pendekatan itu seluruhnya, dan jangan hanya pada salah satu saja. Misalnya, ketika terjadi perubahan or Sanisasi besar-besaran, seorang Pemimpin Struktural lebih efektif dari pada seorang Pemimpin Visioner. Tetapi selama periode di mana pertumbuhan yang kuat harus terjadi, pendekatan visioner lebih cocok.

3.2.4. Studi Universitas Michigan; kisi-kisi Manajerial (Managerial Grid)

Pada tahun 1985, Robert R. Blake dan Jane S. Mouton mengemukakan model kepemimpinan yang disebut dengan Kisi-kisi Manajerial (Managerial Grid).

Kisi-kisi Manajerial memiliki 2 (dua) sumbu utama, yaitu Penekanan pada Orang sebagai sumbu tegak, dan Penekanan pada Tugas sebagai sumbu datar. Kedua sumbu mempunyai rentang angka 1 hingga 9. Diagram dua dimensi yang nampak pada halaman berikut menggambarkan sifat manajerial secara sederhana.

Sebagian besar orang berada di sekitar pusat kedua sumbu, yang disebut sebagai pemimpin tipe “middle of the road(E). Pemimpin dengan tipe ini menjaga keseimbangan antara kebutuhan hasil kerja dengan menjaga hubungan antarmanusia.

Tetapi kita juga sering menjumpai pemimpin yang berada pada posisi ekstrim, yaitu di ujung masing-masing sumbu, yang dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori dengan sifat-sifat berikut :

Tinggi

9

C








D

Text Box: Penekanan  pada  Orang8










7










6










5





E





4










3










2










Rendah

1

A








B

Rendah

1

2

3

4

5

6

7

Tinggi

8

9

Penekanan pada Tugas

A. Tipe Laissez-faire (1,1) - yaitu pemimpin yang tidak bisa menjalin hubungan baik dengan bawahan, dan juga tidak bisa berkomitmen dalam menyelesaikan tugas. Biasanya pemimpin semacam ini "mendelegasikan dan menghilang". Karena ia tidak berkomitmen untuk menyelesaikan tugas, maka ia mengijinkan anak buahnya melakukan apapun yang mereka kehendaki dan lebih suka menghindar dari proses pengambilan keputusan dalam tim dengan membiarkan timnya menyelesaikan pekerjaan itu sendiri.

B. Tipe Autocratic (9,1) - yaitu pemimpin yang berikap otoriter terhadap bawahannya. Pemimpin semacam ini sangat ketat dalam mengatur jadwal kerja, tidak mengijinkan bawahannya mempertanyakan atau mendiskusikan tugas yang diberikan. Jika ada kesulitan, ia cenderung mencari siapa yang salah ketimbang mencari apa dan bagaimana kesalahan itu terjadi. Ia tidak mengenal toleransi, dan menganggap remeh setiap masukan dari bawahannya, sehingga bawahannya tidak mau memberikan sumbangan pemikiran atau pengembangan, karena selalu dianggap remeh.

C. Tipe Country-Club (1,9) - yaitu pemimpin yang menggunakan upah untuk menegakkan disiplin dan untuk memotivasi tim dalam mencapai tujuan. Ia lebih mengutamakan hubungan dari pada hasil kerja. Ia kurang tegas dalam menegakkan disiplin karena takut merusak hubungan dalam tim.

D. Tipe Democratic/Tim (9,9) – yaitu pemimpin yang memimpin dengan contoh positif. Ia melibatkan seluruh timnya untuk mengungkapkan potensi mereka seluas-luasnya. Ia memotivasi tim untuk mencapai sasaran seefektif mungkin, dan bekerja tanpa kenal lelah untuk menguatkan ikatan di antara anggota tim.

E. Tipe Manajer Organisasi (5,5) – yaitu pemimpin yang memimpin dengan keseimbangan

Dari kelima tipe di atas, tentu seorang pemimpin rindu berada pada posisi (9,9), yaitu sebagai "The Team Leader". Namun keempat lainnya tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Untuk bawahan yang kurang termotivasi, digunakan pendekatan otoriter (9,1), sedangkan untuk meningkatkan ketahanan‑diri, bisa digunakan pendekatan Laissez‑faire (1,1). Jadi harus bersikap fleksibel dengan melihat situasi dan kondisi yang ada.

3.2.5. Teori Lintasan Tujuan Robert House

Robert House mengelompokkan kepemimpinan ke dalam 4 (empat) model, dikaitkan dengan bagaimana cara pemimpin berelasi dengan bawahannya, khususnya dalam mengambil keputusan. Keempat model itu adalah:

(1) Directive ‑ yaitu pemimpin yang memberikan arahan-arahan belaka.

(2) Supportive ‑ yaitu pemimpin yang memberikan dukungan-dukungan.

(3) Participative ‑ yaitu pemimpin yang ikut terlibat dalam pengambilan keputusan.

(4) Prestasi ‑ yaitu pemimpin yang mengutamakan hasil semaksimal mungkin dari keputusan yang diambil.

3.3. Model Pendekatan Situasi Kepemimpinan.

3.3.1. Teori Kontingensi Friedler

Friedler mengatakan bahwa keberhasilan pemimpin bergantung kepada 3 (tiga) hal penting, yaitu: hubungan pemimpin-bawahan, struktur tugas, dan posisi. Dalam teori ini terdapat 8 (delapan) kombinasi dari ketiga komponen tersebut.

KATEGORI

1

2

3

4

5

6

7

8

HUBUNGAN









PEMIMPIN-

Baik

Baik

Baik

Baik

Buruk

Buruk

Buruk

Buruk

ANGGOTA









STRUKTUR

Tinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

Tinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

TUGAS









KEKUATAN

Kuat

Lemah

Kuat

Lemah

Kuat

Lemah

Kuat

Lemah

POSIS1









GAYA KEPE-









MIMPINAN

Tugas

Tugas

Tugas

Relasi

Relasi

Relasi

Relasi

Tugas

EFEKTIF









3.3.2. Model Kepemimpinan Situasional

Pada tahun 1988, dalam bukunya, Management of Organizational Behavior, Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard mengemukakan Model Kepemimpinan Situasional. Di sini keberhasilan seorang pemimpin dilihat dari tiga dimensi:

(a) Perilaku tugas (task oriented) yang berbentuk bimbingan dan arahan;

(b) Perilaku hubungan (relationship oriented) yang berbentuk dukungan sosio-emosional;

(c) Kematangan para bawahan, yang menyangkut: kematangan kerja, able (kemampuan bekerja), dan willing (kemauan bekerja).

Dalam mengintegrasikan ketiga dimensi di atas, terdapat 4 (empat) kategori gaya kepemimpinan:

(1) Gaya Telling/Instructing ‑ dimana pemimpin memberitahukan apa yang harus dilakukan bawahan serinci mungkin (tingkat kematangan rendah)

(2) Gaya Selling/Coordinating ‑ dimana pemimpin menjajakan atau mengkoordinasi tugas‑tugas yang harus dilakukan bawahan (tingkat kematangan rendah‑sedang)

(3) Gaya Participating ‑ dimana pemimpin mengikutsertakan bawahan (tingkat kematangan sedang‑tinggi)

(4) Gaya Delegating ‑ dimana pemimpin mendelegasikan tugas‑tugas kepada bawahan (tingkat kematangan tinggi).

GAYA KEPEMIMPINAN






TINGGI





3

PERILAKU

HUBUNGAN



2


4

1












TINGGI









KEMATANGAN PENGIKUT

TINGGI

M4

SEDANG

RENDAH

M1

M3

M2

Mampu dan mau /

yakin

Mampu tapi tak

mau / tak

yakin

Tak mampu tapi mau

/ yakin

Tak mampu dan tak

mau / tak

yakin

Diarahkan Diarahkan

Pengikut Pemimpin

Di samping itu, dalam model ini terdapat 4 (empat) jenis keputusan:

(1) Keputusan gaya Telling/Instructing adalah keputusan yang dibuat oleh pemimpin.

(2) Keputusan gaya Selling/Coordinating adalah keputusan yang dibuat oleh pemimpin dengan dialog dan/atau penjelasan.

(3) Keputusan gaya Participating adalah keputusan yang dibuat oleh Pemimpin/Pengikut atau keputusan yang dibuat oleh Pengikut dengan penguatan dari Pemimpin.

(4) Keputusan gaya Delegating adalah keputusan yang dibuat oleh Pengikut.

Dengan demikian apabila suatu Perilaku Pemimpin digunakan berkaitan dengan tingkat kematangan yang sesuai, akan membentuk Pasangan Kemungkinan Tinggi. Berikut ini adalah beberapa kata kerja yang sangat berguna jika menggunakan Kepemimpinan Situasional untuk penerapan tertentu:

(1) S‑1 è Menceritakan, memimpin, mengarahkan, memantapkan

(2) S‑2 è Menjual, menjelaskan, mengklarifikasi, membujuk

(3) S‑3 è Melibatkan, menguatkan, mengkolaborasi, committing

(4) S‑4 è Mendelegasikan, mengamati, memonitor, memenuhi

Jadi, seorang pemimpin dalam Perilaku Tugasnya harus melakukan hal‑hal: menetapkan tujuan, mengorganisasikan, memantapkan jalur tugas, mengarahkan, dan mengawasi. Sedangkan dalam Perilaku Hubungannya, ia harus melakukan hal‑hal: memberikan dukungan, mengkomunikasikan, memfasilitasi terjadinya interaksi, mendengarkan dengan aktif, dan menerima feedback.